Senin, 16 April 2012

PEREMPUAN dan TANTANGAN ZAMAN


PEREMPUAN, PENGETAHUAN, dan PERJUANGAN
By: Winda Junita Ilyas
Lahir sebagai seorang perempuan adalah kodrat Sang Pencipta yang tak dapat lagi ditolak keberadaannya dan sampai sekarang saya bersyukur akan ‘keperempuanan’ saya. Kata perempuan yang baru dapat saya pahami maknanya semenjak berada di bangku kuliah. Secara semantik perempuan berasal dari kata “empu” yang diartikan sebagai orang yang ahli atau mampu. Kata Empu yang tak asing di telinga kita seperti Empu Tantular, Empu Gandring, dan lainnya. Beliau adalah individu yang berani, cerdas, dan menjadi ispirasi bagi masyarakatnya layaknya seorang guru. Begitu pula pengertian secara bahasa yang semestinya dapat dipahami oleh perempuan atau bahkan seluruh masyarakat.
Namun apakah benar adanya bahwa perempuan seharusnya adalah pribadi yang kuat dan cerdas. Bagaimana dengan anggapan bahwa perempuan sebaiknya tidak perlu banyak berkata, tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena akan kembali ke dapur juga, perempuan tidak bisa jadi pemimpin, dan opini lainnya?
Semenjak saya memakai seragam putih biru (baca:SMP) dan berada di lingkungan yang cukup berada, teman-teman yang cukup memperhatikan fashion hari ini, atmosfer belajar yang dinamis (baca: kadang rajin, kadang malas) membuat saya cukup terbawa arus dengan kondisi ini. Terlebih lagi masa-masa SMP adalah masa pubertas dimana seorang anak perempuan ingin terlihat cantik dan diperhatikan oleh orang-orang di sekitarnya. Keinginan untuk membeli sepatu bermerk, memakai produk-produk kecantikan utamanya pemutih kulit untuk berusaha mengubah kulit saya yang kata orang coklat dan sangat jarang ditemukan bahwa perempuan yang berkulit coklat itu bisa dikatakan cantik.  Rambut yang dipermak hingga bisa seperti rambut Dian Sastro yang lurus, rapi, dan lembut. Luar biasa, ternyata pengeluaran yang besar pada masa-masa putih biru saya ini hanya karena kepuasaan sesaat dan pengakuan di orang-orang di sekitar saya bahwa “saya ada(baca: eksis)”. Terlebih lagi teman-teman yang berada dalam kepengurusan OSIS adalah orang-orang yang terpilih karena mereka cukup “eksis” baik dalam hal “gaya berpakaian” maupun pergaulan sosial. Kondisi ini terus berlanjut hingga ke gerbang pendidikan formal selanjutnya, Sekolah Menengah Atas. Namun terdapat beberapa perbedaan signifikan yang saya alami karena sekolah ini adalah salah satu sekolah unggulan di kota Makassar. Atmosfer belajar (baca:intelektual), persaingan dan religius sangat kuat menghiasi hari-hari saya di sekolah ini, SMA Negeri 17 Makassar. Pemahaman tentang keorganisasian mulai muncul ketika bergabung di organisasi Paskibra (Pasukan Pengibar Bendera) dan MPK (Majelis Permusyawaratan Kelas) namun tetap eksis dengan mengikuti perkembangan gaya baru hari ini yang di saat itu baju-baju karya Distro sedang digandrungi oleh anak muda Makassar. Langganan majalah distropun kelak saya lakoni, gaya rambut “mullet” mirip Agnes Monica menjadi pilihan saya, dan celana botol (baca:celana ketat utamanya bagian bawah) membentuk seperti botol yang masih sampai sekarang menjadi favorit di kalangan perempuan maupun lelaki.
Tak ayal konsumerisme pun menjamur di kalangan anak muda utamnya perempuan yang senantiasa membutuhkan ini dan itu untuk melengkapi kesempurnaan fisiknya sehingga tampak menawan dan pasar (baca:kapitalis) tentunya sangat menikmati hobi kebanyakan perempuan Indonesia ini. Semakin banyak kebutuhan mereka, maka akan semakin banyak pula keuntungan individu yang mereka peroleh sehingga mereka pun semakin kaya dengan “pembentukan hegemoninya (baca: doktrinasi paradigma)” dan kaum perempuan semakin terbuai akan kecantikannya sesuai dengan “paradigma cantik yang telah di hegemoni oleh pasar” yaitu cantik adalah ketika seorang perempuan memiliki kulit yang putih dan halus, rambut yang panjang dan lurus, hidung yang mancung, mata yang bulat, tubuh yang langsing, dan lainnya. Di negara lain seperti Thailand, perempuan cantik adalah yang memakai banyak kalung di lehernya hingga lehernya semakin lama semakin tinggi dengan keberadaan kalung yang semakin bertambah. Di negara afrika, perempuan yang cantik adalah yang memiliki tubuh yang besar dan berkulit hitam. Ternyata terdapat perbedaan di beberapa negara tersebut, sehingga tak pantas ketika kita mencoba untuk menyamaratakan tentang konsep kecantikan seorang perempuan secara fisik tersebut. Lalu, bagaimana dengan kemampuan intelektual seorang perempuan?
Wacana ini dulunya masih menjadi tabu di beberapa daerah di Indonesia. Namun untk hari ini perempuan mulai bangkit mengukir sejarah intelektualnya. Walaupun masih dominan pandangan bahwa perempuan sebaiknya di rumah saja untuk melayani suami, merawat anak, dan memasak. pekerjaan tersebut adalahpekerjaan yang sangat mulia namun perempuan adalah salah satu ciptaan Tuhan dimana telah ditiupkan Ruh Ilahi di dalamnya sehingga kita patut untuk bertanggung jawab atas segala kondisi yang ada di masyarakat termasuk kezaliman yang akhir-kahir ini sering terjadi layaknya Korupsi, konstruksi paradigma kapitalis, ketidakadilan, kemiskinan, dan realita lainnya.
Saya pernah membaca cerita tentang salah satu perempuan mulia yaitu Fatimah Zahra anak dari Rasulullah SAW dan Siti Khadijah. Beliau yang dalam prinsipnya lebih memilih kesusahan daripada kemudahan, menyukai kesederhanaan dibandingkan kemewahan, mencintai orang lain daripada diri sendiri, dan lebih suka menentang kezaliman daripada DIAM.  Fatimah as adalah pejuang Tuhan di hadapan kezaliman, khususnya setelah Rasulullah saw wafat, ketika dirinya melancarkan protes terhadap berbagai ketidakadilan dengan keberanian luar biasa. Dua diantara penentangannya yang penting tercermin dari dua khutbah yang disampaikannya dimesjid dan di rumahnya ketika orang-orang menjenguknya tatkala sakit. (buku: membela perempuan, menakar feminisme dengan nalar agama).
Selain itu cerita tentang Bunda Theresa seorang biarawti yang taat yang melihat Ruh Ilahi pada kaum Papa atau kamu mustadhafin (baca:kaum tertindas) sehingga beliau mendedikasikan dirinya dengan mengabdi pada suatu daerah di India bernama Calcutta dimana terdapat penduduk yang sangat miskin, susah memperoleh kesehatan layak dan pendidikan yang memadai. Perjuangan beliau dengan cinta membawa hasil yang signifikan bagi masyarakat Calcutta pada saat itu, ditandai dengan anak-anak yang mulai bisa mengenal huruf dan kata-kata, masyarakat yang dapat memperoleh pengobatan gratis, dan pembatalan penggusuran daerah Calcutta yang akan dimanfaatkan sebagai lahan bisnis oleh yang terhormat birokrasi. Cerminan tokoh perempuan seperti Fatimah Zahra dan Bunda Theresa yang sangat jarang kita temukan figurnya di media-media yang tersohor. Media dominan memunculkan tokoh-tokoh perempuan layaknya artis dengan kehidupan glamour dan megah (baca:hedonism) sehingga bagi manusia-manusia yang senantiasa mencari jati diri lewat figure yang mereka dambakan pastinya akan mengikuti apa yang dilakukan oleh idolanya. Belum lagi karena TV menjadi media yang paling utama dan terfavorit bagi sebagian penduduk Indonesia, sehingga buku-buku bacaan mulai kehilangan pamornya. Jadilah pribadi-pribadi yang pasif dan monoton serta robot kapitalis.
 Memasuki miniatur kehidupan (baca: kampus) adalah momen yang tak terduga saat terjadinya dekonstruksi (baca:pembongkaran) dan rekonstruksi (baca:penyusunan kembali) pola pikir atau mind-set individu-individu melalui proses kaderisasi yang tidak akan kami dapat ditemukan di ruang-ruang pendidikan formal. Pandangan perihal perempuan pun semakin membuka cakrawala berpikir saya bahwa berbicara tentang perempuan tidak  sesederhana apa yang saya bayangkan dan alami selama ini, tetapi memiliki makna yang lebih dalam. Awalnya perempuan cantik adalah yang secara fisik mirip dengan Dian Sastro atau Luna Maya, kemudian salah satu senior saya membahasakan bahwa perempuan cantik adalah yang buku menjadi sahabat setianya, diskusi adalah ruang aplikasi wacananya, dan menulis adalah kesetiannya pada peradaban. Kalimat yang masih menjadi wacana favorit di kalangan mahasiswa tersebut kadang masih saja membuat mereka ragu dan cenderung malas untuk memulai budaya baru, budaya yang mereka sebut budaya ilmiah (baca: membaca, berdiskusi, dan menulis). Utamanya bagi perempuan-perempuan di kampus sehingga mungkin sebab itu masih cukup jarang ditemui pembicara, motivator, dan penulis buku seorang perempuan. Dan sampai pada wacana bahwa perempuan adalah makhluk ciptaan Tuhan yang berasal dari tanah dan mempunyai kesempatan yang sama dalam hal berlaku menuju kesempurnaan Sang Maha Sempurna. Yang membedakan perempuan dengan laki-laki hanyalah kodrat secara fisik yang mereka alami bahwa perempuan dapat melahirkan, menyusui, memiliki ovum dan memiliki cirri-ciri fisik yang mempertegas keperempuanannya. Sedangkan laki-laki memiliki sperma dan tanda –tanda fisik lainnya yang telah diatur sedemikian rupa oleh Sang Maha Pencipta. Dan selebihnya adalah sama kecuali dalam hal fikih yang mempunyai aturan-aturan yang berbeda. Kualitas kemanusiaan seseorang ditentukan oleh individu masing-masing baik laki-laki maupun perempuan sehingga kemampuan untuk cerdas, militan, bermasyarakat dan berkontribusi terhadap bumi adalah tanggung jawab setiap manusia dengan berbagai metode yang mereka pilih seperti menjadi pedagang, pendidik, politisi, psikolog, ekonom, menteri bahkan seorang presiden. Sehingga pandangan Aristoteles tentang perempuan yaitu (384-322 SM) memandang bahwa perempuan sebagai manusia “yang tidak sempurna”. Perempuan adalah “pria yang tidak produktif”. Hanya prialah manusia paripurna (baca:sempurna). “hubungan pria dan perempuan, secara alamiah, adalah bahwa pria lebih tinggi dan perempuan lebih rendah, juga prialah yang menguasai sementara perempuan yang dikuasai”. Pandangan ini dapat runtuh dengan sendirinya dengan beberapa referensi pembanding lainnya dan diikuti dengan semangat perempuan hari ini.
Perempuan adalah semesta pertama bagi manusia karena perempuan memiliki rahim. Sekolah pertama bagi anak-anaknya dan memiliki ikatan batin yang cukup kuat mulai dari masa hamil, menyusui, dan merawat anaknya hingga dewasa sehingga perempuan wajib cerdas dengan memiliki pengetahuan yang holistik dan bijak dalam berbagai kondisi. Kendati demikian, maka tidak hanya generasi berkualitas yang tercipta bahkan peradaban yang terdidik.
Meminjam istilah dari salah seorang perempuan hebat menurut saya, Ms.Uun , bahwa manusia adalah kitab yang sehendaknya memiliki sampul, judul dan isi  dimana sampul adalah tampilan fisik kita, judul adalah nama kita dan isi adalah keseluruhan semesta yaitu intelektual, spiritual, dan emosional. Sudahkan kita mengukir isi buku kita wahai perempuan ? 
Sebuah puisi oleh Eni Rochyati ini kupersembahkan bagi kalian perempuan Indonesia yang senantiasa rindu akan hakikat dirimu dan bangkit untuk menyentuh peradaban.
Perempuan!
Kau taklagi sendiri
Kau tak lagi bermimpi
Berkacalah

Ketika keterpurukan negeri ini
Belalaklah matamu
Apa yang bisa kau lakukan
Demi diri

Ukirlah karyamu
Himpunlah kekuatanmu
Ciptakanlah keinginanmu hidupkanlah dirimu
Dari karyamu

Esok..tiada lagi terdengar rengekan, rinntihan
Perempuan
Kau telah mampu bangkit dan mencipta
Karyamu pembangkit generasi

Wahai perempuan mulia, Jadilah Intelektual Progresif yang senantiasa rindu akan pengetahuan dan tidak membungkam diri dengan pengetahuanmu. Dan hiasilah segalanya dengan cinta karena cinta seperti cahaya yang akan memberikan kehangatan dalam hidupmu.

Disampaikan pada

Forum Diskusi Rumah Anak Bangsa
ELFAST Pare Kediri

Selasa, 10 April 2012

Bahasa Inggris Menurut Perspektif ISLAM

Bahasa Inggris Menurut Islam

All of the problem that confront the Muslim world today the educational problem is the most challenging. The future of the Muslim world will depend upon the way it responds to this challenge”,
Artinya: Dari sekian banyak permasalahan yang merupakan tantangan terhadap dunia Islam dewasa ini, maka masalah pendidikan merupakan masalah yang paling menantang. Masa depan dunia Islam tergantung kepada cara dunia Islam menjawab dan memecahkan tantangan ini.
Pernyataan Khursid Ahmad diatas menunjukkan bahwa pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi setiap manusia, masyarakat, maupun bangsa, maka pendidikan harus selalu ditumbuhkembangkan secara sistematis dan visioner. Berangkat dari kerangka ini, maka upaya pendidikan yang dilakukan suatu bangsa selalu memiliki hubungan yang signifikan dengan rekayasa bangsa tersebut di masa mendatang.
Dan perlu kita ketahui bersama bahwa di jaman globalisasi ini, kita tidak hanya dituntut untuk mempelajari pendidikan yang bersifat ukhrawi melainkan juga duniawi. Karena kita tidak hidup sendirian tapi bermasyarakat, kita tidak hidup di Negara yang hanya satu-satunya di dunia, melainkan bertetangga. Dan dalam bertetangga pasti ada hubungan, dalam hubungan pasti ada komunikasi dan dalam komunikasi pasti ada bahasa. Bahasa apakah yang akan kita gunakan dalam berkomunikasi dengan Negara lain? atau mempelajari ilmu atau buku-buku dari Negara lain yang tidak se-bahasa dengan kita? Tentunya dunia sudah menetapkan satu bahasa internasional pemersatu antar negara untuk melakukan komunikasi, yaitu bahasa inggris.
Nah, sebagai Muslim bagaimanakah hukumnya mempelajari bahasa inggris yang merupakan bahasanya orang-orang yang menyekutukan Allah? Apakah para pelajar yang mempelajari bahasa inggris termasuk pada Hadits:

 “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.?

Sekarang ini telah terjadi kesalahfahaman tentang hukum belajar bahasa Inggris di kalangan ikhwan salafiyyin. Sebagian mereka jatuh ke dalam ghuluw karena mengharamkan belajar bahasa Inggris secara mutlak dan mencela madrasah yang mengajarkan bahasa Inggris padahal madrasah tersebut juga bermanhaj salaf sebagaimana rekomendasi sebagian ulama’ dakwah salafiyah. Bahkan di antara mereka ada yang keterlaluan dalam bersikap dan meng-hizbi-kan saudara mereka yang sedang belajar bahasa Inggris padahal ia dalam posisi sangat membutuhkannya.

Tulisan ini akan sedikit memberikan pencerahan kepada para pembaca tentang sikap para ulama salaf terhadap bahasa Ajam (non-Arab) termasuk juga bahasa Inggris. Dengan demikian kita dapat merancang porsi bahasa dalam pendidikan anak-anak kita.
Para ulama membagi hukum belajar bahasa Ajam menjadi 2 keadaan:
    * Membiasakan bahasa Ajam dalam percakapan sehari-hari
    * Menjadikan bahasa Ajam sebagai wasilah (perantara) untuk kepentingan dakwah atau untuk kebutuhan duniawi

Larangan Membiasakan Bahasa Ajam
Telah datang larangan dari Salafush Shalih tentang larangan mempelajari bahasa Ajam (termasuk bahasa Inggris) dengan tujuan pemakaian sehari-hari atau sebagai kebiasaan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
Dan adapun membiasakan berbicara dengan selain bahasa Arab yang merupakan syi’ar Al-Islam dan bahasa Al-Quran sampai bahasa tersebut menjadi adat (kebiasaan) bagi suatu negeri dan penduduknya, juga bagi penghuni rumah tangga, juga antara seseorang dengan temannya, bagi penduduk pasar, bagi pemerintahan atau dinas pemerintah atau menjadi kebiasaan bagi ahli fiqih, maka tidak diragukan lagi bahwa ini (membiasakan selain bahasa Arab) adalah dibenci karena termasuk tasyabbuh dengan orang-orang Ajam dan perkara tersebut adalah dibenci sebagaimana keterangan terdahulu.” (Iqtidla’ Shirathil Mustaqim: 206).

Mempelajari Bahasa Inggris atau Ajam sebagai Wasilah
Termasuk dalam Bab ‘mempelajari bahasa Ajam sebagai wasilah’ yaitu mempelajarinya untuk kepentingan dakwah, untuk mendekatkan pemahaman, saling berkomunikasi atau juga untuk memenuhi kebutuhan duniawi seperti belajar ilmu kedokteran atau teknologi yang lainnya.
Ini karena semua manusia di muka bumi ini memiliki bahasa yang berlainan sebagai tanda kekuasaan Allah U. Allah U berfirman:
Al-Imam Al-Qurthubi berkata:
Firman Allah: “berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu” maksudnya adalah lisan yang ada di dalam mulut. Dan di dalamnya ada perbedaan bahasa: bahasa Arab, bahasa Ajam, bahasa Turki dan bahasa Rum. Dan juga perbedaan warna dalam rupa: kulit putih, kulit hitam, kulit merah. Maka kamu tidaklah melihat seseorang kecuali kamu dapat membedakan antaranya dan orang lain.” (Tafsir Al-Qurthubi: 14/18).

Dalam riwayat lain:
“Rasulullah memerintahkanku untuk mempelajari bahasa Suryani.” (HR. At-Tirmidzi: 2639).

Hadits  dan atsar di atas menunjukkan bolehnya menggunakan bahasa Ajam (termasuk bahasa Inggris) sebagai wasilah dakwah untuk memudahkan pemahaman ataupun wasilah duniawi seperti mempelajari ilmu pengetahuan, teknologi dan kedokteran karena sampai sekarang masih sedikit buku-buku teknologi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Dan menggunakan bahasa Inggris adalah seperlunya saja dan tidak boleh dimasyhurkan.

Tanya: “Apakah mempelajari bahasa Inggris itu haram ataukah halal?”
Jawab: “Jika di sana ada kebutuhan agama atau duniawi untuk mempelajari bahasa Inggris atau bahasa Asing lainnya maka tidak ada larangan untuk mempelajarinya. Adapun jika tidak ada kebutuhan maka dibenci mempelajarinya. (Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta’)

Fatwa Al-Allamah Al-Faqih Ibnu Utsaimin:
Beliau ditanya tentang hukum mempelajari bahasa Inggris di waktu sekarang?
Beliau menjawab: “Mempelajarinya adalah wasilah. Jika engkau membutuhkannya seperti sebagai wasiah dakwah kepada Allah maka kadang-kadang menjadi wajib. Jika kamu tidak membutuhkannya maka jangan kamu sibukkan waktumu untuknya dan sibukkan dirimu dengan sesuatu yang lebih penting dan lebih bermanfaat. Manusia berbeda-beda kebutuhan mereka terhadapa bahasa Inggris. Dan Rasulullah telah memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mempelajari bahasa Yahudi. Maka mempelajari bahasa Inggris termasuk wasilah dari sekian banyak wasilah. Kalau kamu membutuhkannya silakan kamu pelajari. Dan jika tidak maka jangan kamu sia-siakan waktumu dengannya.” (Majmu Fatawa wa Rasail Al-Utsaimin: 26/52).

Kesimpulan
Mempelajari bahasa asing adalah dihukumi sebagai wasilah saja dan boleh dipelajari jika ada kebutuhan agama atau duniawi.
Untuk kepentingan pendidikan anak-anak, kita harus memprioritaskan bahasa Arab sebagai bagian dari pendidikan Al-Quran dan As-Sunnah. Porsi kedua adalah bahasa Indonesia sehingga mereka bisa berdakwah di lingkungan masyarakatnya. Porsi ketiga adalah bahasa asing seperti bahasa Inggris karena anak-anak kita juga memiliki hak untuk mengerti teknologi duniawi.
Pertanyaan: Apakah belajar bahasa Inggris haram atau halal ?
Jawaban: Jika ada kebutuhan dunia atau agama untuk belajar bahasa Inggris atau yang lainnya dari bahasa asing maka tidak dilarang untuk mempelajarinya, adapun jika jika tidak ada kebutuhan maka mempelajarinya adalah makruh. (Fatawa Lajnah Da’imah 6/8864)

Pertanyaan:
Apakah mempelajari bahasa asing (seperti bahasa Inggris, Jerman dan yang lainnya) merupakan bahasa orang kafir Nashara, untuk bisa saling memahami khususnya dalam pekerjaan, safar, berobat dan yang lainya dari hal-hal duniawiah, apakah hal itu haram atau halal ?
Jawaban:
Mempelajari selain bahasa Arab untuk mengajak kepada Islam dan butuhnya seorang da’i akan hal itu kepada orang yang mempelajarinya adalah sesuatu yang membawa maslahat atau bisa menolak mafsadah (kerusakan) maka itu boleh bahkan bisa menjadi wajib tergantung kepada perbedaan kondisi dan keadaan waktu, tempat, person dan juga niatnya.
(Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz)
Bagaimana hukum mempelajari bahasa Inggris pada masa sekarang ini?
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjawab:
“Jika engkau membutuhkan maka mempelajarinya adalah suatu alat sebagai sarana berdakwah kepada Allah. Bisa jadi mempelajari bahasa Inggris hukumnya wajib, namun jika engkau tidak membutuhkan janganlah engkau menyibukkan waktumu dengan hal itu.
Sibukkanlah dengan hal yang lebih penting dan bermanfaat. Tingkat kepentingan masyarakat mempelajari bahasa Inggris berbeda-beda. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam pernah memerintah Zaid bin Tsabit mempelajari bahasa Yahudi. Jadi mempelajari bahasa Inggris merupakan alat saja. Sekiranya engkau membutuhkan maka engkau bisa mempelajari, jika tidak maka janganlah menyia-nyiakan waktumu untuk mempelajarinya.
Syaikh Al Utsaimin ghafarallahu lahu juga ditanya: Bagaimana pendapat anda tentang seorang penuntut ilmu yang mempelajari bahasa Inggris, terlebih lagi bahasa itu nantinya digunakan untuk berdakwah di jalan Allah?
Beliau rahimahullah menjawab:
Kami menilai bahwa mempelajari bahasa Inggris, tidak diragukan lagi, merupakan sebuah alat (saja). Suatu alat disebut baik jika memiliki tujuan-tujuan yang baik dan menjadi buruk jika memiliki tujuan-tujuan yang buruk (pula). Tetapi sesuatu yang wajib untuk dijauhi adalah jika engkau menjadikan bahasa Inggris sebagai suatu alternatif daqi bahasa Arab, maka ini sungguh tidak boleh. Kami mendengar ada sebagian orang bodoh berbincang-bincang dengan bahasa Inggris sebagai alternatif penggati bahasa Arab.
Sampai-sampai ada orang bodoh yang mengalami kerugian yang saya anggap mereka ini sebagai pengekor orang lain, mereka mengajari cara salam non muslim pada anak-anak mereka. Mereka mengajari anak-anak mereka untuk mengucapkan “bay bay” ketika hendak berpisaH atau istilah lain yang serupa dengan itu. Karena upaya penggantian bahasa Arab -bahasa Al-Qur’an dan merupakan bahasa termulia- dengan bahasa Inggris, haram hukumnya.
Namun jika bahasa Inggris ini digunakan sebagai sarana (alat) untuk berdakwah maka tidak diragukan lagi bahwa penggunaan bahasa ini terkadang hukumnya menjadi wajib. Saya belum pernah mempelajari bahasa Inggris dan saya dulu berharap ingin mempelajarinya.
Rasulullah SAW bersabda:
“Belajarlah kalian bahasanya suatu kaum, maka kalian akan selamat dari tipu daya mereka”

By: Burhanuddin
A student from West Kalimantan

PARE dan MASA DEPAN INDONESIA


PARE DAN MASA DEPAN INDONESIA*


Orang sangat mulia adalah orang yang mempelopori suatu gerakan moral
yang berguna bagi generasinya dan juga generasi berikutnya
selanjutnya adalah orang yang memberikan jasa besar bagi  masyarakat pada umumnya
dan selanjutnya adalah orang yang kata-katanya memberikan pencerahan
dan inspirasi bagi orang lain
ini adalah tiga pencapaian yang tak akan mati dalam kehidupan
(The Tso Chuan, abad ke-5 SM)

Pare adalah  salah satu titik perubahan Indonesia. Pare terlibat dalam mencetak calon pemimpin masa depan, akan mencetak pengusaha masa depan, seniman masa depan, agamawan masa depan dan guru masa depan.
Namun dibalik harapan dan mimpi indah tersebut, terbersit suatu pertanyaan yang dalam,  apakah kampung bahasa Pare akan mencetak generasi koruptor , yang pintar tapi  penghianat bangsa atau kampung bahasa Pare akan mencetak generasi pejuang. Kita semua berharap di kampung bahasa Pare ini akan lahir generasi Soekarno, Hatta, Syahrir, Munir, Gusdur, dan para  pejuang lainnya. Di Pare ini akan lahir generasi yang jago bahasa asing dan siap menjadi pasukan Tuhan di muka  bumi. Yang akan mengatakan “tidak” dan “lawan” terhadap korupsi, penggusuran dan segala bentuk kezaliman yang ada di depan mata.
Ketakutan lainnya adalah ketika Pare  hanya menjadi tempat rekreasi/ senang-senang. Dan yang tak kalah berbahayanya adalah ketika Pare menjadi tempat belajar yang mahal dan elitis, sehingga hanya orang yang berduit, anak pejabat atau mungkin hanya anak koruptor yang bisa belajar di Pare. Karena rakyat miskin, tak sanggup lagi untuk membayar biaya kursus yang mahal. Sehingga orang miskin semakin bodoh dan miskin, orang kaya semakin cerdas dan kaya. Itulah kejahatan dari sistem kapitalisme yang harus kita lawan sama-sama.

Ada banyak  kelebihan yang dimiliki Pare, diantaranya adalah Pelajar yang berasal dari sabang  sampai maraoke, dengan berbagai tingkatan pendidikan (SMP, SMA,S1,S2, dll). Selain itu adalah Basic keilmuan yang berbeda, mulai dari politik, ekonomi, budaya, filsafat, agama, hukum, basic pesantren,dll
Motivasi orang yang  kePare sangat mulia. Misalnya:ingin lanjut study, ingin masuk dunia kerja, dll. Olehnya itu kedepan mereka semua akan mengambil peran yang strategis di bangsa ini. Kalau mereka idealis maka selamat dan  sejahteralah bangsa ini. Tapi sebaliknya kalau mereka  jahat, korup maka hancurlah bangsa ini.

Agenda menjadikan pare sebagai pondasi revolusi atau titik perubahan dinegeri ini sangat dipengaruhi oleh kerjasama banyak stakeholder, yaitu: pemilik kursus progresif ,tokoh masyarakat progresif, , tutor progresif serta pelajar progresif. Yang kita harapkan, semua  stakeholder tersebut punya semangat berjuang atau semangat  mengabdi demi kebenaran dan pendidikan. Serta senantiasa menjalin kemunikasi guna mengawal visi bagaimana Pare menjadi surga bagi semua golongan. Golongan Kaya, menengah maupun masyarakat miskin semua bisa belajar di Pare.
Ketika hampir semua tempat pendidikan di bangsa ini, senantiasa mempersulit anak tukang becak, anak penjual sayur, anak PNS rendahan serta anak pensiunan untuk cerdas, maka bisakah Pare yang menyiapkan tempat bagi mereka.
      Pare adalah simbol perlawanan terhadap elitisasi pengetahuan. Bahwa hanya orang kaya yang bisa cerdas. Karena mereka punya uang untuk membayar biaya pendidikan berapapun jumlahnya.


Peran Tutor
Salah satu stakeholder yang berperan penting dalam agenda perjuangan terhadap Pare adalah Tutor. Karena yang datang ke Pare adalah orang-orang yang ingin cerdas bahasa, termasuk english maka otomatis ketika ada yang orang yang jago English maka akan menjadi idola bagi siswanya. Logikanya adalah bahwa fans ingin seperti idolanya. Fans lebih cepat percaya kalau idolanya yang ngomomg dari pada orang lain yang ngomong
Kita bisa mengambil contoh, orang yang kagum sama Pasya Ungu, akan mengikuti gaya rambut, anting, gaya pakain, cara ngomong, bahkan cara berpikirnya. Begitu juga orang yang sangat mengangumi Rasulullah Muhammad, pasti akan mengikuti gaya pakaian, cara shalat dan juga karakter Rasulullah Muhammad. Misalnya:semanagat belajar,keberpihakannya pada kaum tertindas, kesederhanaan, akhlak, keberanian,dll
Nah,, salah satu pertanyaan kunci adalah apakah tutor bisa menjadi teladan pada wilayah keilmuan, akhlak, spirit, dll
Maka solusinya adalah tutor sambil terus bergerak (baca:berusaha) menyempurnakan (baca: memperbaiki) dirinya, beliau juga mengajak (baca: mendidik) murid-muridnya untuk menjadi lebih baik. Karena kehidupan adalah sebuah proses bergerak menuju kesempurnaan 

Tugas Tutor adalah Mengajar dan Membentuk karakter siswa

KARAKTER SEBELUM KE PARE
KARAKTER SESUDAH KE PARE
·         Polos
·         Cuek
·         Individualis
·         Emosional
·         Malas
·         Pembohong
·          Manja
·         Kritis
·         Bertanggung jawab
·         Berjiwa social
·         Rasional
·         Rajin
·         Jujur
·         Dewasa

Kerja tutor atau guru adalah kerja-kerja kenabian. Tutor dapat mendesain agenda penyadarannya dalam pemilihan tema speaking, persentase profil tokoh, nonton film tentang kisah perjuangan, meminta siswa untuk menjelaskan berita terhangat dari  TV serta koran agar mereka terbiasa untuk membaca. Yang lain adalah contoh dalam soal grammar yang punya meaning perjuangan atau kisah nyata yang menggungah kesadaran, serta nasehat atau diskusi kecil di dalam kelas atau setelah kelas tentang berita terkini bangsa ini, tentang relitas kaum miskin,tentang hakekat kehidupan, dll. Ketika hal tersebut rutin di lakukan, maka akan memberi efek yang sangat besar kepada murid
Oh..sungguh guru atau tutor adalah pengajar dan penjaga nilai kebenaran, keadilan dan kemanusiaan

Seperti yang pernah di ungkapkan oleh Bung Karno bahwa jangan sekali-sekali melupakan sejarah, olehnya itu patutlah selalu kita mengingat bahwa Sejarah Pare adalah  sebagai tempat pendidikan alternative di Bangsa ini. Di saat banyak lembaga pendidikan yang tidak demokratis, elitis,mahal, kaku dan terpisah dengan realitas masyarakat, maka Kampung Bahasa Pare mengambil posisi yang sebaliknya, sesuai dengan yang diperintahkan dalam UUD 1945, bahkan sesuai dengan semangat pencerahan para nabi-nabi di setiap zaman.
Pare Untuk Semua
“Pendikan yang murah, berkualitas, berkarakter, merakyat dan religius”

By: A.Zulkarnain
HP: 085242149940
Email: zulkarnain1945@gmail.com
(Penggiat komunitas RAB)
(Ketua Dewan Pendiri Philosophia Institute)


* Disampaikan dalam diskusi malam mingguan
Rumah Anak Bangsa (RAB)
Sabtu: 24 Des 2011
Kampung Bahasa Pare, Kediri, Jawa Timur

Minggu, 08 April 2012

Lagu: Tentang Pare

Lagu : Tentang Pare

Mari semai mimpi
Di tanah penuh rasa cinta ini
Mari tetapkan tekad
Tuk kukuh belajar dan berjuang

Tentang berguru
tanpa menggurui
Tentang para pengabdi ilmu
Yang tulus
Tentang cerita anak bangsa
Yang hidup demi mencipta sepenuh hati

Demi untuk zamrud khatulistiwa
Demi suluh negeri ini
Tanpa janji tapi tekadkan diri
: Untuk tak lelah memberi

Karena tak ada janji
Langit akan selalu biru
Namun di tanah ini
Tak lelah memberkahkan teladan

Tentang berguru
tanpa menggurui
Tentang para pengabdi ilmu
Yang tulus
Tentang cerita anak bangsa
Yang hidup demi mencipta sepenuh hati

Demi untuk zamrud khatulistiwa
Demi suluh negeri ini
Tanpa janji tapi tekadkan diri
: Untuk tak lelah memberi

Menorehkan sejarah cemerlang
Para anak bangsa

..Mari semai mimpi..

# Dipersembahkan untuk pare dan seluruh jiwa yang telah bersinergi untuk menyemaikan mimpi, mewujudkannya dan tidak lelah menciptakan karya-karya nyatanya untuk Indonesia. PARE IS A TRULY INDONESIA.

Pare, Rumah Wow – ASSET 1
Selasa, 06 Maret 2012
19.30 – 22.30

Pramudya Noer

Pare: Sebuah Kupasan Pribadi

Pare: Sebuah Kupasan Pribadi
Uun Nurcahyanti

Tulisan ini adalah upaya penulisan ulang dari tulisan saya yang berjudul Selayang Pandang Tentang Pare yang pernah diposkan di blog Smart ILC lama yaitu www.smartilc.co.nr. Pada bulan Juli 2009. Tulisan ini saya coba tuangkan kembali dengan wacana yang sama tetapi dengan penjelasan yang lebih detail atas segala sisi perspektif yang saya pakai dalam mengejawantahkan jejak langkah dan pemikiran seorang tokoh yang telah meletakkan pondasi bagi pengembangan sistem pendidikan alternatif ala Pare. Ada beberapa perubahan data yang tentunya disesuaikan untuk memutakhirkan kondisi data itu sendiri.

Pare adalah sebuah kota kecamatan yang terletak di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Kota kecil ini terletak antara kota Kediri dan Jombang. Waktu tempuh yang dibutuhkan dari masing-masing kota tersebut ke Pare sekitar 45 menit. Di kota kecil nan damai ini terdapat sebuah wilayah yang saat ini akrab dijuluki Kampung Bahasa Inggris, yaitu wilayah desa Tulungrejo. Di wilayah ini kita bisa menemukan suatu lokasi pendidikan yang unik dan mengkhusus diri pada bidang bahasa-bahasa asing terutama bahasa Inggris.

Pare saat ini telah dikenal secara nasional. Gencarnya pemberitaan tentang Pare dalam beberapa tahun terakhir ini telah membawa Pare menapaki masa ketenarannya. Sebuah kondisi yang sungguh memang sudah menjadi bagian dari kewajarannya, karena Pare memang telah melewati masa keberhidupannya selama lebih dari 30 tahun. Masa perjuangan eksistensi sebuah wilayah belajar yang terletak pada sebuah desa yang notabene jauh dari konsepsi wilayah strategis tentunya merupakan hal yang sangat menarik untuk ditelaah. Kebersejarahan Pare bukanlah sebuah perjalanan instanitas yang pasti bertabur berjuta cerita hikmah didalamnya.

Sejarah perkembangan pendidikan kebahasaan di wilayah ini dimulai pada tahun 1977. Perintis sekaligus peletak dasar konsep kependidikannya adalah bapak Muhammad Kalen_yang akrab dipanggil Mister Kalen atau Pak Kalen. Sosok yang luar biasa ini adalah pribadi yang visioner dan dikenal memiliki kedisiplinan yang tinggi dan keteguhan sikap yang luar biasa.

Meski Mr. Kalen sendiri tidak pernah secara eksplisit mediskripsikan pemikiran-pemikirannya tentang pengembangan wilayah Kampung Kursus Bahasa Inggris ini, saya mencoba untuk menelisik retas pemikiran beliau dari segala langkah-langkah kebajikan yang sampai saat ini masih tampak jelas jejaknya.

Konsep Pendidikan Wilayah

Sistem pendidikan informal yang berkembang di Pare merupakan pengejawantahan dari gerak hidup dan pemikiran yang khas dari seorang Mr. Kalen. Sistem pendidikan yang beliau kembangkan saya istilahkan sebagai sistem pendidikan wilayah. Sistem ini beliau adopsi dari sistem pendidikan yang biasanya dianut oleh pondok-pondok pesantren di Indonesia.

Pondok pesantren merupakan wilayah belajar dimana terdapat sinergi yang kokoh antara sekolah sebagai wilayah belajar utama, masjid sebagai tempat beribadah dan juga motor untuk menggerakkan keberaktifitasan warganya, koperasi sebagai wilayah ekonomi, dan kamar-kamar sebagai tempat tinggal secara bersama-sama yang dipimpin oleh senior sebagai kepala dan pengurus kamar. Ibaratnya, seluruh tempat adalah wilayah belajar. Every place is a school.

Konsepsi ini diadopsi secara luas ke dalam sistem belajar yang melibatkan masyarakat. Sehingga, sistem pendidikan wilayah ala Mr Kalen, dalam perpektif saya adalah sebuah sistem yang melibatkan peran aktif warga di sekitar lembaga pendidikan yang bersangkutan. Disini, warga masyarakat dilibatkan secara aktif bukan hanya dalam pengembangan sistem ekonominya semata, tetapi justru lebih ditekankan pada penjagaan motivasi belajar dan keberlangsungan kultur dan sistem belajar pada para peserta didik sebagai pembelajar itu sendiri.

Bagaimanapun, peserta didik tentu lebih banyak menghabiskan waktunya di tempat kos daripada di tempat kursus. Oleh karena itu peran aktif para pemilik kos sebagai pengontrol utama situasi dan keaktifan belajar dari para peserta didik sungguh sangatlah dibutuhkan. Hal ini tentu saja bukanlah hal yang mudah untuk dirintis karena melibatkan orang-orang yang nyaris seperti tidak berurusan dengan aktifitas belajar mengajar, tapi inilah tradisi pertama dan utama yang kelak secara signifikan terus mendampingi perkembangan Pare.

Konsep Pendidikan Komunitas

Dalam pendidikan ala pondok pesantren, peran senior sangatlah signifikan. Senioritas bukan bermakna otoritas semata, senioritas lebih pada makna tanggung jawab. Entah itu tanggung jawab pada wilayah keilmuannya, pengetahuannya, kepribadiannya, maupun jiwa pengabdiannya.

Sistem inipun diadopsi secara mendalam oleh Mr. Kalen dalam mengembangkan wilayah pendidikannya. Hal ini tertuang nyata pada prinsip hidup beliau yang selalu ditularkan kepada seluruh anak didiknya, yaitu bahwa tanggung jawab itu harus lebih besar daripada penampilan. Prinsip ini jugalah yang memondasi sistem belajar yang saya sebut sebagai sistem pendidikan komunitas, yaitu sistem belajar yang bertumpu pada tanggung jawab keilmuan yang telah diperoleh. Sistem ini mendorong kesadaran penuh kepada para peserta didik untuk ikut terlibat secara aktif dalam keberhasilan adik-adik kelasnya. Pada para peserta didik dipompakan rasa percaya diri yang setinggi-tingginya bahwa di dalam dirinya terkandung potensi yang luar biasa dan dalam dirinya terkandung sebuah wilayah tanggung jawab untuk menshodaqohkan ilmu yang telah dipintalnya.

Dari sistem ini, kemudian, kelompok-kelompok belajar yang biasanya disebut study club yang diampu oleh para senior. Study club ini biasanya diadakan di rumah-rumah kos. Sistem ini merupakan salah satu tradisi penting yang menopang perkembangan Pare ke depannya dan dengan dinamis menopang sistem pendidikan wilayah yang dikembangkan. Sinergi dari kedua tradisi utama sistem pembelajaran ala Pare inilah yang dengan gagah mengarungi arus zaman hingga mampu bertahan selama puluhan tahun dan menelurkan ribuan alumni serta membangun konsepsi keberwilayahannya sendiri.

Konsep Pendidikan Mandiri

Disamping dua konsep prinsipil diatas, ada keunikan khas lain yang diusung oleh sistem pendidikan ala Mr. Kalen ini yaitu adanya kemandirian dalam hal metode dan kurikulum pembelajaran. Kemandirian ini menghasilkan kreatifitas yang tinggi dalam upaya mencipta alternatif-alternatif yang memola keberagaman cara dan gaya mengajar tetapi tetap kerangka tujuan yang telah di desain oleh lembaga.
Konsep kemandirian yang sederhana ini nantinya memberi peluang yang cukup besar bagi perkembangan metode pengajaran khas Pare maupun keberagaman model kurikulum pembelajaran bahasa asing ala Pare yang pada akhirnya membawa Pare pada kemasyurannya karena keunikannya ini.
Eksklusivitas sistem ini tidak lantas melambungkan biaya pendidikannya. Inilah hal khas lainnya dari sistem pedidikan yang dikembangkan oleh Mr. Kalen yaitu biaya pendidikannya yang relatif terjangkau atau murah. Kondisi ini memang telah dikembangkan dari awal berdirinya Basic English Course (BEC) yaitu lembaga pendidikan kursus bahasa Inggris yang tertua di wilayah Tulungrejo, Pare, yang didirikan oleh Pak Kalen dan sampai saat ini menjadi ikon utama di wilayah kursus bahasa Inggris Pare.

Sistem ini tentu juga merujuk pada model sistem pembiayaan ala pondok pesantren yang murah meriah namun padat ilmu. Sistem pembiayaan ini sekaligus merupakan upaya nyata untuk memberi bukti bahwa pendidikan yang berkualitas bukan melulu ditentukan oleh harga yang membumbung tapi lebih pada kemapanan sistem yang digunakan, kemandirian kurikulum, serta peran seluruh komponen yang terlibat dalam seluruh aktivitas belajar.

Kemandirian dalam segala sisi dan dengan disertai upaya secara terus menerus untuk mempertahankan eksistensi lembaga mau tidak mau harus diakui telah berhasil mengantarkan Pare dalam menorehkan kebersejarahan wilayah pendidikan non formalnya selama lebih dari 30 tahun.

Konsep Pendidikan Kerakyatan

Jika sistem ekonomi kerakyatan telah dikembangkan oleh Penguasa Puro Mangkunegaran I yang sangat menolak monopoli yang saat itu dikembangkan oleh Belanda, sehingga mengamanahkan negara sebagai pengendali wilayah ekonomi yang digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan dan kemakmuran rakyat, sistem pendidikan ala Pare mencoba dengan gigih menawarkan sistem pendidikan kerakyatan yang memiliki prinsip berbeda dari prinsip keberekonomian raja jawa yang paling ditakuti dan yang tidak pernah ditaklukan Belanda ini.

Saat negara tidak mampu lagi memenuhi amanah mulia untuk mencerdaskan anak bangsa seperti yang termaktub dalam UUD 1945, banyak warga negara mencoba untuk mengambil alih peran strategis ini demi tetap mengguritanya regenarasi sebuah bangsa. Pare yang dimotori oleh seorang visioner yang berhati kukuh mencoba mengambil bagian dari peran ini dengan konsep pendidikan wilayahnya mencoba untuk mendobrak sistem wilayah serba sekolah dengan denyut keberekonomiannya yang egoistis dengan sistem wilayah serba belajar. Juga meredefinisikan ulang konsepsi pendidikan dalam sisi pencapaian yang biasa tercantum dalam angka-angka rapor dan ijazah ke dalam konsep keperguruan dan kepengajaran yang mengedepankan kekuatan komunitas yang berpengabdian sebagai basis keberhidupan sistem belajar mengajarnya. Sebuah sistem yang berlandaskan tanggung jawab keilmuan dan tanggung jawab kemajuan komunitas.

Pare dengan segala konsepsi sistemik yang menopangnya juga melakukan kritik konstruktif secara aktif terhadap sistem pendidikan modern yang dianut oleh dunia pendidikan nasional kita dengan mengelola kemandirian kurikulum yang mencipta beragam metode pengajaran dan desain program. Juga menawarkan harga yang murah sehingga terjangkau oleh segala lapisan masyarakat namun tidak lantas lalai untuk tetap kukuh menjaga kualitas pembelajarannya. Asumsi bahwa pendidikan adalah hak seluruh anak bangsa merupakan penopang utama bagi Mr. Kalen dalam membangun keberkaryaaannya, demikan juga kesadaran bahwa penguasaan bahasa asing sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa.

Inilah bentuk tanggung jawab dalam pengejawantahan konsepsi sederhana dan humanis yang bernama sistem pendidikan kerakyatan. “Sistem ini merupakan sebuah karya nyata untuk bangsa,” demikian selalu yang diimbaukan Mr. Kalen demi menyulut keberanian para juniornya saat ingin mandiri dan berkarya di jalur pendidikan kursus juga.

Bagaimanapun, Pare juga tidak bisa begitu saja lepas dari kekurangan dan juga menuai kritik atas pilihan-pilihan ideologinya. Segala hal memang mengandung konsekuensi, bukan?

Yang pasti, Pare dan segala fenomenanya tetap saja menjadi hal yang menarik untuk dikaji. Kini, 35 tahun setelah peletakan batu pertama itu, Pare telah dikenal sebagai sebuah ikon wilayah pendidikan alternatif dalam bidang Bahasa Inggris dan bahkan dijuluki kampung Inggris.Tradisi-tradisi belajar yang telah puluhan tahun terus bermetamorfosa tentu merupakan hal yang perlu di dalami demi kebaikan sistem pendidikan di negeri tercinta ini.

Pare, 8 Maret 2012

Sekolah dan Pembangunan Manusia Begitu Saja

 Sekolah dan Pembangunan Manusia Begitu Saja
Oleh: Uun Nurcahyanti

Meminjam istilah Andi Zulkarnaen, ‘Dunia Sekolah’ adalah sebuah wacana yang selalu menjadi wilayah yang seksi untuk dibicarakan. Mengapa? Karena dunia sekolah adalah wilayah magis yang memproduksi sumber daya yang paling mendasar di muka bumi ini, yaitu sumber daya manusia. Dan berbicara tentang manusia dengan segala potensi yang dianugerahkan dan dipercayakan Tuhan kepadanya sebagai tugas ke-Tuhan-an alias kenabian tentunya menjadi pembicaraan yang tak bakal usang. Artinya, Dunia Sekolah sangat intim dengan Dunia Manusia dengan segala kebermanusiaannya.

Dalam sebuah diskusi, Bandung Mawardi pernah menjawab pertanyaan seorang peserta diskusi yang mempertanyaan pernyataan beliau bahwa manusia adalah kitab, sehingga sebenarnya perlu tidak sih manusia itu membaca. Jawaban yang mengejutkan dari beliau sangatlah mengejutkan : ”Tidak!”

Jawaban yang singkat, padat, dan terasa kurang pas dengan konsepsi kekinian kaum intelektual yang senantiasa didorong untuk membaca buku tersebut cukup membimbangkan hati saya pribadi sehingga menjadi bahan yang cukup hangat untuk direnungkan dan dibicarakan selama beberapa waktu setelah diskusi tersebut usai. Saya sendiri sejak lama meyakini bahwa kita adalah kitab, segala hal di alam semesta raya ini adalah kitab. Namun konsep ketidakperluan membaca ini menjadi pendasaran pemikiran yang sama sekali baru.

Setelah beberapa lama mencoba memecahkan misteri kata ‘tidak perlu membaca’ ala Bandung Mawardi ini dan mulai mencoba menekuni dunia menulis sebagai sebuah bentuk penuangan pikiran selain berdiskusi, kata ‘tidak perlu membaca’ ini ternyata justru memang merupakan hal mendasar bagi manusia untuk memompa potensi dirinya dan menempanya dalam lautan karya. Mengapa? Karena dalam penciptaan setiap makhluk, di dalam ragawi dan keberisian dirinya selalu ada informasi yang tertatahkan di seantero dirinya. Demikian juga dengan manusia.

Dalam setiap sel tubuh manusia terdapat informasi yang tiada tara sama seperti makhluk lainnya. Manusia memang ibarat kitab. Kitab yang bernama manusia ini sudah bersampul dan pada sampulnya itu telah terukir judul kitabnya masing-masing. Kitab itupun, sebenarnya, telah berisi aksara-aksara demi keterbacaan informasi-informasi illahiah yang dibawa oleh masing-masing kitab tersebut.
Sama seperti benda lain, kitab merupakan sebuah benda yang harus dipelihara agar tetap bagus dan memiliki keberfungsian secara maksimum. Isi kitab diri manusia ini hendaknya terbaca oleh si pemilik ragawinya sendiri dulu yaitu manusia yang bersangkutan. Disinilah istilah ‘tidak perlu membaca’ ala bandung menemukan titik maknanya. Dari sinilah, lantas, muncul istilah perenungan dan pendalaman berpikir membutuhkan perjalanan narasi biografisnya.

Perenungan adalah sebuah upaya khas manusia dalam rangka membaca isi kitab dirinya, menggalinya. Layaknya akar pepohonan yang menghunjami bumi untuk mencari air demi memberhidupkan kemakhlukannya. Sementara berpikir merupakan sebuah kegiatan khas manusia untuk menjadi seorang penghayat hidup yang berlandaskan kitab dirinya dan kitab-kitab lain diluar dirinya.

Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa membaca hal di luar dirinya, termasuk membaca buku, menjadi hal yang sangat perlu, karena merupakan suatu upaya kolektif untuk mencermati dan belajar dari perenungan dan pemikiran orang lain maupun hakikat hal-hal lain di luar dirinya. Bagaimanapun, buah dan hasil pemikiran orang lain adalah suatu upaya untuk mengasah pemahaman kita tentang makna diri kita dan bisa menjadi sebuah bahan untuk memperkaya konsepsi dan wacana yang telah kita miliki dalam kitab diri kita. Bukankah tingkat kualitas manusia juga ditentukan oleh goresan-goresan benda lain pada dirinya? Ibarat tatahan-tatahan ukiran pada kayu yang bukan sekedar bernilai estetika namun juga bernilai kearifan, ketekunan, kecerdasan, kecermatan, dan ketulusan. Ada banyak nilai yang terukir dalam tiap gemulai tatahannya.

Dari desain kondisi keberkitaban manusia ini bisa kita simpulkan bahwa manusia adalah makhluk pembaca dan pembelajar. Manusia adalah makhluk penghayat hidup, hidup yang melingkupi semesta raya. Manusia juga merupakan makhluk penulis atau pembincang yang memiliki keberfungsian yang khas sebagai penyampai berbagai risalah hidup dan kehidupan sebagai hasil dari pembacaannya, perenungannya, dan juga keberolah-pikirannya.

Belajar dan Mengajar

Kondisi-kondisi yang mendesain kebermakhlukan manusia tersebut di atas menunjukkan sebuah hal yang paling mendasar bahwa manusia itu selalu butuh mengkaji kitab dirinya, dan juga menelaah kitab-kitab lain disekitarnya sebagai bagian yang penting dalam keberhidupannya sebagai manusia. Bila manusia tidak lagi melakukan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan desain hakikatnya ini, maka lambat laun ia akan jauh dari pemahamannya akan arti hidupnya sendiri.

Hal inilah yang seringkali kita sebut sebagai belajar, dan bisa dikatakan bahwa manusia memang tercipta sebagai makhluk pembelajar. Sementara tujuan belajar adalah terbangunnya tatanan pemahaman-pemahaman tentang arti hidup. Oleh karena itu seorang pembelajar sejati, yang sering disebut sebagai kaum intelektual senyatanya, tentunya juga merupakan seorang penghayat hidup yang luar biasa.

Kesejatian manusia adalah belajar, dan menghayati hidup. Dan oleh karenanya secara alamiah manusia juga memiliki keberbutuhan untuk menyebarkan hasil dari perenungan dan penelaahannya tersebut kepada manusia lainnya. Disinilah peran bahasa manusia menemukan titik puncak persenggamaannya dengan hakekat mendasar manusia sebagai pemilik bahasa bangsa manusia. Disini tampak jelas bahwa bahasa memiliki peran strategis sebagai sayap sekaligus ujung pedang risalah segala ilmu dan berbagai pengetahuan. Lantas, berbincang dan berbicara menjadi bukan sekedar sunatullah karena bahasa adalah piranti kelengkapan hidup manusia layaknya telinga dan mulut sahaja. Dengan tuangan buah pikir dan kelola semesta manusia, berbincang menjadi sebuah kebutuhan untuk bertukar ajaran dan saling memberi ilmu pengetahuan. Obrolanpun bergerak menjadi diskusi-diskusi.
Siklus rantai serba belajar ini menjadi landasan utama mengapa manusia memiliki kebutuhan mendasar lainnya yaitu mengajar.

Keberbutuhan mengajar ini adalah demi menopang siklus serba belajar yang menjadi karakteristik khas manusia. Kondisi belajar dan belajar mengajar ini merupakan siklus kehidupan alamiah manusia. Hal inilah yang kemudian kita sebut sebagai pendidikan, yaitu kondisi serba belajar demi mengikat ilmu-ilmu illahiah yang bertebaran di setiap diri makhluk atau benda yang menghiasi seantero semesta raya.
Artinya, semangat paling fundamental yang mendesain dan membangun keberhidupan manusia adalah belajar, belajar, dan belajar. Belajar pulalah yang memondasi sebuah wilayah yang bernama dunia pendidikan, sehingga bisa dikatakan bahwa pendidikan adalah sebuah sistem khas manusia dalam mengelola dan menjaga pikat serba belajarnya demi menjaga eksistensi perayaan keberhidupannya.

Berguru Kepada Pepohonan

Kita semua tentu sudah mahfum bahwa segala hal yang ada di sekitar kita adalah kitab-kitab semesta. Sehingga tak ada salahnya untuk berguru kepada pepohonan dalam memaknai kisah keberbelajaran manusia. Pada ragawi suatu pohon, ada bagian yang bernama akar, dan sudah saya tuliskan diatas bahwa akar pada pohon memiliki kemiripan fungsi seperti otak pada manusia. Akar menghujam ke dalam bumi demi mencari sumber kehidupannya yaitu air.

Tumbuhan yang berakar tunjang memiliki akar yang kokoh dan memiliki kemampuan untuk menghujam ke dalam lapisan tanah bumi. Semakin dalam akarnya menembus lapisan bumi, semakin tinggi puncak pohonnya seakan semakin tinggi menggapai langit. Sementara tumbuhan yang berakar serabut tidak memiliki akar yang kokoh tetapi memiliki akar yang liat. Akar jenis ini tidak menghujam tetapi cenderung menyebar.

Tetumbuhan dengan akar serabut ini identik dengan perdu-perduan yang memang tidak tumbuh tinggi, kokoh dan menjulang ke langit. Tumbuhan jenis ini mudah beranak pinak, mudah tumbuh di musim penghujan namun juga mudah mati bila kemarau berkepanjangan. Saat tetumbuhannya mati, akar pohon ini bisa bertahan untuk tidak serta merta layu dan mati seperti pada pepohonan yang berakar tunjang.

Artinya, apapun jenis tetumbuhannya tentu punya kisah keistimewaannya sendiri-sendiri. Ada kelebihannya, tetapi juga lepas dari kekurangan. Prinsip sebuah keberimbangan semesta. Namun, intisari dari keberhidupan sebuah pohon adalah perjuangan akar-akar pohonnya dalam mencari dan terus mencari sumber keberhidupannya yaitu air. Rasa sakit yang mengguyur sekujur ujung-ujung akar saat menyusup ke dalam tanah, menggali dan melintasi cadas dan bebatuan agar mencapai kedalaman hidupnya, akhirnya berbuah pada keterjenjangan pokok-pokok pohon yang ditopangnya. Demikian juga dengan kita, manusia. Perenungan dan pendalaman pemikiran-pemikiran dalam lingkup aksara semesta yang diukirkan tuhan pada diri-diri kita mungkin akan menimbulkan gelisah dan kesakitan seperti halnya ujung-ujung akar pohon itu. Namun itulah yang menjenjangkan pohon hidup kebermanusiaan kita. Pilihan untuk menjadi si akar tunjang atau serabut terlihat dari isi kitab hidup yang kita tuliskan dalam jejak sejarah perayaan keberhidupan kita.

Itulah perumpaan dan keberbutuhan belajar pada diri manusia yang tersirat dan tersurat dalam semesta raya pepohonan. Lha untuk perumpamaan mengajar, tentunya kitapun bisa belajar dari perawat pohonnya, si tukang kebun. Yah, menjadi guru ibarat menjadi tukang kebun. Dan mari kita berguru pada si tukang kebun ini.

Tukang kebun membangun pengabdiannya pada keberhidupan tanaman-tanaman penghias kebunnya. Ia memulainya dengan mengolah tanah tempat benih tanaman disemaikan nantinya. Setelah mengolah tanah yang bukan sekedar dicangkuli tetapi juga diberi pupuk dan disirami, ia pun menebarkan benihnya. Sembari menunggu benihnya bertunas, si tukang kebundengan rajin menyiangi tanahnya serta menyiraminya dengan penuh cinta demi keberhidupan benih yang telah ditebarkannya itu.

Setelah benih mulai bersemi, si tukang kebun akan merawatnya dengan lebih intensif dan teliti karena masalah yang mengincar si tanaman muda pasti menjadi lebih banyak dan lebih kompleks. Ia pun menyiangi tanamannya, membuang serangga-serangga yang mengincar keranumannya dan juga tetap merawat tanah tempatnya bertumbuh.

Saat tanaman-tanaman itu tumbuh besar dan mulai berbunga dan lantas berbuah lebat, si tukang kebun tidak dengan serta merta mencurahkan kebanggaannya dengan menghabiskan buah-buahnya tersebut sendirian. Mungkin akan datang para p.encuri buah, mungkin si tukang kebun akan jengkel karenanya, namun seorang tukang kebun pasti memiliki kesadaran untuk memahami bahwa hasil dari tanah perkebunannya bukan sekedar untuk memenuhi hasrat kepuasan pribadinya. Hasil dari kebunnya itu akan terasa manis justru ketika orang lainlah yang memuji kemanisan buah yang dihasilkannya, atau keelokan tanaman yang dirawatnya.

Tanaman-tanaman yang dirawat oleh seorang tukang kebun dengan penuh pengabdian tidak akan tumbuh seadanya. Ia akan tumbuh dengan baik dan sehat. Ia juga akan berbunga dengan cantik dan lebih kompak. Ia juga akan menghasilkan buah yang baik dan lebat. Ia tidak hidup dan bertumbuh dengan begitu saja, seadanya. Demikian juga dengan peran guru dalam wilayah dunia pendidikan. Guru bukanlah orang yang mengajari seperti halnya tukang kebun yang tidak sekedar menanami.

Guru adalah orang yang belajar mengajar. Guru adalah pembelajar sejati, orang yang mengabdi pada segala hal yang bernama serba ajar-ajaran. Pelajaran, ajaran, pembelajaran, pelajar, belajar dan keberbelajaran.

Dunia manusia memang dunia serba belajar dan penuh ajaran. Manusia sendiri adalah goresan dari ajaran-ajaran saat ia belajar. Lantas, apa kabar dunia pendidikan kita sekarang? sekolah kita sekarang, masihkah memberikan hak keberbelajaran itu? Apakah masih menjadi sebuah perguru-guruan? Bagaimana denganmu, kawan? Sudah belajarkah? Belajar apakah dirimu hari ini? Begitu?

Pare, 25 Februari 2012

Uun Nurcahyanti
Disampaikan dalam diskusi Rumah Anak Bangsa 25 Februari 2012
Di Global E Female, Pare-Kediri

Sejarah Rumah Anak Bangsa (RAB)


SEJARAH RUMAH ANAK BANGSA
RUMAH ANAK BANGSA
I. Latar Belakang

 Rumah Anak Bangsa adalah sebuah forum diskusi yang digelar setiap malam minggu. Forum diskusi ini terbentuk dari sebuah keinginan untuk tetap menjaga iklim intelektual di Kampung Pelajar Pare yang merupakan sebuah wilayah khusus yang mempelajari bahasa asing terutama bahasa Inggris.

 Sebagian besar orang datang ke Pare untuk mendalami bahasa Inggris yang memang merupakan tuntutan zaman. Kebanyakan para pendatang tersebut hanya memiliki sedikit waktu saja untuk tinggal di Pare, sehingga mereka memaksimalkan seluruh waktu, tenaga dan pikiran untuk belajar bahasa Inggris. Sementara sebenarnya mereka memiliki latar belakang keilmuan dan organisasi yang cukup mumpuni. Mereka juga berasal dari berbagai level pendidikan dan berasal dari berbagai wilayah Indonesia.

 Alangkah sayang bila amunisi-amunisi yang cukup banyak dimiliki oleh para pelajar pendatang ini mengendap begitu saja tanpa bertemu dalam sebuah pertalian silaturahmi keilmuan sama sekali. Ke-bhineka-an dalam berbagai sendi yang menghiasi Pare menaburkan makna-makna kehidupan yang tentu sangat penting untuk kita ikat dalam satu bejana tradisi dan kebersamaan, yaitu ilmu itu sendiri. Dari semangat inilah forum diskusi Rumah Anak Bangsa ini lahir, dan meskipun sempat mengalami masa pasang surut tapi api kecil forum ini terus dijaga untuk tetap hidup.

 Konsep diskusi yang diusung oleh Rumah Anak Bangsa adalah konsep keilmuan aplikatif yang bersifat personalis political yang disampaikan dalam bahasa yang sederhana, sehingga memungkinkan setiap individu yang mengikuti diskusi bisa pulang dengan mengikat ilmu baru yang mengalir pada ladang diskusi ini dan bisa mereka aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

 Tujuan forum diskusi ini adalah penyadaran dan pencerahan konsepsi individu yang melekat pada setiap orang dan juga konsepsi individu terhadap kewajiban dan haknya sebagai seorang warga negara dari sebuah rumah besar Indonesia.
 Harapan terbesar yang diemban oleh forum diskusi ini adalah terjaganya komunitas dan iklim keilmuan di wilayah Kampung Pelajar Pare, dimana miniatur Indonesia yang senyata-nyatanya terbentuk. Bahwa di wilayah ini para pelajar pendatang dan sudah tinggal tidak sekedar belajar bahasa Inggris dan mengajarkan bahasa Inggris, namun juga menjelajahi ilmu-ilmu lain yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas diri dan kualitas intelektual mereka.

II. Sejarah Rumah Anak Bangsa

 Ide pembentukan forum diskusi Rumah Anak bangsa ini muncul pada akhir bulan Juni 2007, tepatnya pasca workshop 2007 yang diadakan oleh SMART International Language College. Ideatornya adalah Abdul Muhib, salah satu SMART team yang berasal dari Tegal. Ide awalnya adalah kumpul bareng malam mingguan untuk semakin mengakrabkan SMART team.

 Dalam kumpul bareng pertama, agendanya adalah saling menceritakan latar belakang keluarga masing-masing. Kemudian, di akhir acara muncul ide baru untuk membuat tema diskusi pada pertemuan berikutnya dan mengisi materi adalah Miss Uun Nurcahyanti sebagai pimpinan team. Dan diharapkan temanya berhubungan dengan peningkatan kualitas individu dan mampu menggugah kesadaran untuk bergerak demi peningkatan kualitas diri dari para peserta diskusi yang notabene adalah SMART team tersebut.

 Tema pertama yang diusung adalah Kewajiban Sebagai Seorang warga Negara Indonesia. Diskusi ini ternyata diikuti juga oleh beberapa siswa yang tertarik akan forum kumpul bareng malam mingguan ini.

 Tema kedua adalah Merawat Mimpi. Kedua tema ini dibawakan oleh Miss Uun Nurcahyanti. Dan keberadaan forum diskusi ini semakin bergaung dengan semakin banyaknya peserta diskusi yang ikut bergabung untuk merajut ilmu bersama SMART team.

 Dalam diskusi ini muncul usulan agar diskusi tidak diadakan setiap malam minggu karena ketika ada agenda Placement Test yang diadakan setiap hari minggu pertama dan ketiga, maka para calon peserta Placement Test akan ketinggalan mengikuti forum diskusi ini. Dan akhirnya disepakati diskusi diadakan setiap dua minggu sekali. Diusulkan juga pemateri diambilkan dari siswa yang bersedia bershodaqoh ilmu untuk para peserta diskusi ini. Dan hal ini pun disepakati bersama.

 Dengan adanya usulan ini, maka dibentuk team kecil untuk mengawal jalannya forum diskusi malam mingguan ini. Penanggungjawab : Uun Nurcahyanti, Ketua : Iim Ismail Luthfi, Sekretaris : Chomsinatin Nila Wardah, Bendahara : Nur Laila, Seksi acara : Munafiyah dan Mulyono. Seluruh anggota team adalah SMART team, dan diskusi diadakan di perumahan rektorat SMART ILC pada waktu itu, yaitu Faletehan House, Jl. Yos Sudarso 77-78 Pare.

 Tema-tema berikutnya pun akhirnya bervariasi sesuai dengan latar belakang pemateri, yaitu : Hutang Luar Negeri Indonesia, Ekonomi Kapitalis, Pendidikan Kerakyatan, Bias Gender sampai Wacana Revolusi Untuk Membentuk Indonesia Baru (didiskusikan pada HUT RI, 17 Agustus 2007, dan diikuti ikrar peserta untuk Indonesia).

 Kendala yang sering muncul adalah molornya waktu mulai diskusi karena diskusi diadakan pada malam minggu dan ada sebagian peserta yang bermalam minggu dulu sebelum datang ke acara diskusi. Selain itu karena diskusi diadakan di pinggir jalan besar, maka seringkali suara pemateri, moderator ataupun peserta harus bersaing ketat dengan suara kendaraan yang berlalu-lalang

 Kendala waktu ini, akhirnya disiasati dengan pengadaan perpustakaan kecil yang disediakan sebelum diskusi dimulai. Buku-buku yang disediakan adalah buku dari perpustakaan pribadi SMART team yang tinggal di Faletehan House yaitu Miss Uun, Mr. Keceng, Miss Luluk dan Miss Via. Pengadaan perpustakaan ini cukup efektif untuk mengatasi kendala molornya waktu, karena peserta bisa membaca dan berbincang tentang buku sambari menunggu dimulainya diskusi. Untuk kendala suara, belum ada solusi yang cukup solutif untuk mengatasinya.

 Mulai dari awal berdirinya sampai November 2007, forum diskusi ini masih bernama Forum Diskusi Malam Mingguan. Awal Desember 2007 diusulkan untuk memberi nama pada forum diskusi ini. Selain itu diusulkan juga ada buletin yang bisa dibagikan agar peserta yang terkendala kehadirannya tidak ketinggalan informasi dari diskusi yang telah berjalan.

 Team penyelenggara diskusi pun mengadakan diskusi lanjutan untuk membahas usulan-usulan tersebut. Dan nama Rumah Anak Bangsa disepakati untuk menjadi nama forum diskusi malam mingguan ini, format buletin pun disiapkan untuk bisa segera diterbitkan.

 Pertengahan 2008, forum diskusi Rumah Anak Bangsa mulai terkendala pada masalah pengawal forum diskusi itu sendiri karena team penyelenggaranya satu persatu mulai meninggalkan Pare untuk kembali mengalir ke ladang kehidupannya masing-masing. Tampuk kepemimpinan pun beralih ke Mr ahwy beserta teamnya. Forum pun mulai mengalami masa surut yang pasangnya hanya sesekali saja.

 Awal 2009, forum diskusi ini mati suri meski komunikasi antara para penyelenggara awal masih berdenyut. 18 Mei 2009, secara iseng-iseng Miss Uun Nurcahyanti membuat blog Rumah Anak Bangsa dengan alamat: http://www.rumahanakbangsa.blogspot.com. Blog ini diisi dengan tulisan pribadi yang berhubungan dengan pemikiran dan kisah yang terjadi di seputar lingkungan SMART International Language college. Blog sederhana ini berfungsi untuk menjaga nama dan semangat Rumah Anak Bangsa yang telah ditinggalkan para punggawanya.

 Pertengahan Juni 2010, seorang siswa SMART ILC yang berasal dari Makasar yaitu Andi Zulkarnain, berdiskusi dengan pimpinan SMRT team, Miss Uun Nurcahyanti tentang kondisi Pare yang sangat unik dan menarik sebagai wilayah pembelajaran dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kondisi Indonesia masa kini. Di akhir pembicaraan disepakati untuk menghidupkan kembali forum diskusi Rumah Anak Bangsa dengan semangat untuk tetap menjaga iklim intelektual di wilayah Kampung Pelajar Pare ini.

 Sistem diskusi dibuat lebih mengglobal, baik dalam hal penyelenggara, peserta maupun tempat diskusinya. Punggawa baru yang mengawal forum diskusi Rumah Anak Bangsa ini yaitu : Penanggungjawab : Uun Nurcahyanti, Ketua : Andi Zulkarnain, Sekretaris : Rusna Meswari, Bendahara : Umi Mustamidah, Seksi acara : Awal Muqsith, Maulana Zainal, Seksi Publikasi : Feri Febriari.

Tempat diskusi diharapkan bisa berpindah-pindah antar kursusan agar peserta mengenal tempat-tempat kursus yang ada di wilayah Kampung Pelajar Pare ini. Pembicaranya pun diharapkan dari para pemiliki kursus agar terjadi interaksi yang intens dan harmonis antara para pemilik lembaga dan para peserta kursus dengan belajar hal lain diluar materi kebahasa-Inggrisan.

 Diskusi pertama diadakan pada tanggal 19 Juni 2010 di Global E Centre, Jl. Anyelir, dengan pemateri Andi Zulkarnain dari Makasar (alumni Universitas Hasanuddin Makasar dan aktifis HMI) dan dimoderatori oleh Uun Nurcahyanti (direktur SMART ILC). Tema yang dibawakan adalah Pare: Meretas Jejak Revolusi Indonesia(Pare dan Masa Depan Indonesia). Diskusi ini diikuti oleh sekitar 40 peserta.

 Diskusi kedua diadakan tanggal 26 Juni 2010 di Genta Campus, Jl Kemuning, dengan pemateri Uun Nurcahyanti dan moderator Rizal (alumni Universitas Hasanuddin Makasar). Tema yang dibawakan adalah Hakekat Manusia. Kendala yang muncul pada waktu itu adalah molornya acara diskusi yang disebabkan oleh kesulitan peserta mencari lokasi diskusi.

 Diskusi ketiga diadakan hari sabtu berikutnya, 3 Juli 2010, di Oxford Institute Language Academy. Pemateri Dwi Indah Wahyuni (Miss Indah, salah satu pemilik The Daffodills) dengan moderator Djawier. Tema yang dibawakan : Experience in Education.

 Diskusi keempat diadakan di Alfalfa female, Jl Glagah, pada tanggal 10 Juli 2010. Tema yang dibawakan dalam bahasa Inggris dan Indonesia ini adalah tentang Pemuda dan Kapasitas Yang Dimilikinya. Pemateri Sudarmanto (Mr Toto, direktur dan pemilik Global E) dengan moderator Umi Mustamidah (alumni Universitas Muhammadiyah Magelang dan aktifis HMI).

 Diskusi berikutnya berbicara tentang Televisi dengan segala problematikanya dan dibawakan dengan apik oleh Rusmin (alumni Universitas Islam Negeri Makasar). Diskusi ini digelar tanggal 17 Juli 2010 di Global Female I.

 Diskusi keenam diadakan di S’TORY 2, Jl Brawijaya, dengan tema Sufi Masuk Kota. Pematerinya adalah seorang alumni Al Azhar Mesir yaitu Awal Muqsith. Moderator yang mendampingi adalah Feri Febriari (mahasiswa Universitas Hasanuddin Makasar). Diskusi ini diadakan 24 Juli 2010.

 Diskusi ketujuh diadakan di penghujung bulan Juli 2010 di Kresna English Course dengan pemateri Rahmad Ariadi, S.T. (Mr Bagas). Beliau adalah salah seorang pengajar di Kresna english Course sekaligus pemilik lembaga yang bersangkutan. Tema yang beliau bawakan adalah Tirani Pendidikan-Kebudayaan.

 Diskusi kedelapan yang dihelat tanggal 7 Agustus 2010 adalah diskusi Rumah Anak Bangsa Pertama yang diadakan pada saat bulan Suci Ramadhan. Sehingga jam tayang diskusi diubah bakda Ashar hingga menjelang saat berbuka puasa. Bertempat di 24 Hours, keta Forum Diskusi Rumah Anak Bangsa ini, Andi Zulkarnain, menguraikan konsep puasa dalam perjuangan dengan penuh semangat.

 Diskusi kesembilan diadakan tanggal 15 Agustus 2010 di rumah Wow dengan tema Indonesia dan Entrepreneur Muda. Tema ini disajikan dengan memesona oleh Farida Riyanti Zainal (trainer NLP Indonesia yang berasal dar Jakarta) dengan moderator Andi Zulkarnain.

 Diskusi kesepuluh diadakan tanggal 21 Agustus 2010. Awalnya diskusi ini hendak diadakan di Poker Camp, tapi ketika tiba-tiba hujan turun dengan deras saat menjelang diskusi sementara diskusi diadakan di ruang terbuka, maka diskusi dipindahkan ke SMART ILC. Pematerinya adalah Uun Nurcahyanti dengan tema Usia Kita Yang Hilang. Moderator yang mendampingi adalah Ismawan A.S. (jurnalis yang berasal dari Makasar).

 Diskusi berikutnya kembali dihandle oleh Andi Zulkarnain dengan tema Islam Agama Perlawanan. Diskusi yang nyaris gagal ini diadakan tanggal 28 Agustus 2010 di S’TORY 3, Jl Kemuning 64, di tengah lebatnya hujan yang mengguyur bumi Pare.

 Diskusi terakhir bulan Ramadhan diadakan pada tanggal 3 september 2010 di Excellent English Course. Pematerinya adalah Muh. Azhar Kurniawan (seorang aktifis dan penggiat kegiatan kepemudaan yang berasal dari Lamong, Pare) dengan moderator Djawier. Diskusi partisipatif ini mengusung tema: Memupuk Nasionalisme melalui Pergerakan Bahasa Inggris?

 Pasca libur panjang Iedul Fitri 1421 H, diskusi Rumah Anak Bangsa aktif kembali tanggal 9 Oktober 2010 dengan pemateri zahid El H (alumni Ponpes Modern Darussalam Solo). Tema yang dibawakannya adalah Membentuk Kepribadian Tangguh. Diskusi diadakan di S’TORY 2.

 Diskusi keempatbelas Rumah Anak Bangsa diadakan tanggal 16 Oktober 2010 di Eminence, Jl Anyelir, dengan pemateri M. Azhar Kurniawan. Tema yang dibawakan adalah Analisis Sosial.

 Diskusi berikutnya diadakan di ACCESS 4 pada tanggal 30 Oktober 2010 dengan tema menarik yaitu Pemuda Idaman menjadi Impian. Tema ini dibawakan oleh pemilik ACCESS sendiri yaitu Arif Ramdhani.

 Diskusi Rumah Anak Bangsa terus bergulir dengan tema Manusia Dalam Perspektif Filosofi. Tema ini di bawakan oleh Mustamin Al Bugishy. Diskusi diadakan di Excellent English Course, Jl Dahlia, pada tanggal 6 November 2010.

 Diskusi ketujuhbelas Rumah Anak Bangsa ini adalah diskusi besar pertama yang diadakan untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda dan Hari Pahlawan. Diskusi digelar di Basic English Course dengan pemateri Marendra Darwis, pengasuh Cafe Curhat di Radio Andhika FM Kediri. Diskusi ini diadakan tanggal 13 November 2010. Dalam diskusi ini juga digelar petunjukan teater dan pembacaan puisi. Diskusi diakhiri dengan ikrar dan wejangan dari Bapak Kalen, pemilik BEC dan perintis wilayah Kampung Pelajar Pare ini.

 Diskusi berikutnya dibawakan kembali oleh Rahmat Ariadi, S. T. di Be Friend English Course, Jl Brawijaya. Tema yang dikupas oleh Mr Bagas adalah Indonesia Dalam Pusaran Globalisasi Dan Liberalisasi Ekonomi.

 Dhilla Sri Meutia adalah pemateri berikutnya dalam forum diskusi Rumah Anak Bangsa yang diadakan di Global E office, Jl Brawijaya, pada tanggal 18 Desember 2010. Tema yang dibawakan adalah Tinjauan Sosiologi terhadap Ideologi Pendidikan.

 Memasuki tahun 2011, diskusi Rumah anak Bangsa diawali dengan tema Relasi Pendidikan dan Kesadaran Kosmis (Cosmic Conciousness). Tema ini dibawakan oleh shanhaji, yang lebih akrab dipanggil Mr Shonhaji. Beiau adalah salah seorang staf pengajar di ELFAST English Course. Diskusi diadakan di S’TORY 5.

 Diskusi berikutnya diadakan tanggal 15 Januari 2011 di GUSTO. Pematerinya adalah Ary Hakim, pemilik lembaga kursus Hakim yang terletak di Jl Anggrek. Tema yang dibawakan adalah Learning Revolutioner.

 Diskusi ketiga di tahun 2011 diadakan di Genta Campus, Jl Kemuning, dengan tema Konsep Pendidikan Masa Depan. Diskusi ini dimoderatori oleh Muhyidin, seorang pengampu S’TORY yang berasal dari gresik. Pematerinya adalah Direktur Genta English Course yaitu Mohammad Qomar.

 Diskusi keempat di tahun 2011 bergulir di Female Alfalfa English Dormitory yang terletak di Jalan Glagah, dengan pemateri Dwi Indah Wahyuni yang lebih familiar dengan panggilan Miss Indah. Materi yang dibawakan adalah Emotional Quotion For English Learning Process. Diskusi ini diselenggarakan pada tanggal 29 Januari 2011.

 Diskusi berikutnya diadakan tanggal 5 Februari 2011 di Global E Reading centre, Jl Anyelir. Pematerinya adalah Uun Nurcahyanti dengan moderator Umi Mustamidah. Tema yang dibawakan adalah Posisi Lokalitas Dalam Globalitas.

 Diskusi berikutnya masih diadakan di tempat yang sama yaitu Global E Reading Centre dengan pemateri Mr Ridho. Beliau adalah salah satu tutor dari Global E yang merupakan orang asli Pare. Materi yang dibawakan adalah Strategi Budaya.

 Diskusi ketujuh di tahun 2011 diadakan tanggal 26 Februari 2011 di sebuah tempat kos baru yang bernama Shafa And Marwah. Pematerinya adalah Bapak Matsudi ( Kepala Dusun Tegalsari, Pare). Tema yang beliau bawakan adalah Dinamika Pare Sebagai Kota Bahasa.

 Diskusi berikutnya diadakan di WTC tanggal 5 Mei 2011. Diskusi partisipatif ini dkomandoi oleh Rahmad Ariadi,S.T. Tema yang dibawakan adalah Persoalan Kebangsaan: Sudah Hilangkah Arti Kebangsaan, Pentingkah Arti Kebangsaan Bagi Kita? Meskipun peserta yang hadir tidak begitu banyak karena Pare tengah diguyur hujan deras, tetapi diskusi ini berlangsung hangat dan menarik. Diskusi berlangsung hingga jam 23.00 karena seluruh peserta nya laki-laki.

 Diskusi kesembilan Rumah Anak Bangsa diadakan di Kresna English Course pada tanggal 12 Maret 2011. Temanya adalah Indonesia dalam Tantangan Globalisasi. Penyaji materinya adalah Muhtar Luthfi.

 Diskusi berikutnya diadakan tanggal 19 Maret 2011 di Samudra Camp, yaitu salah satu asrama dibawah naungan ELFAST English Course, Jl Kemuning. Pematerinya adalah Adjie Pahlevi (pemilik dan direktur Liberty English Course). Tema yang dibawakan adalah Prospek Kampung English Di Luar Pare.

 Diskusi kesebelas di tahun 2011 diadakan di Merlbourne English Course, Jl Anyelir, pada tanggal 26 Maret 2011. Tema untuk diskusi ini adalah Rezim Tuna Sejarah Dan Rumah Besar Indonesia. Pematerinya adalah Uun Nurcahyanti dengan moderator Umi Mustamidah.

 Diskusi berikutnya diadakan di UNESCO Jl Brawijaya dengan tema yang tidak biasa yaitu Melacurkan Dunia Pendidikan. Diskusi partisipatif ini dimoderatori oleh Muhyidin dan pematerinya adalah Mohammad Fauzan yang lebih populer dengan sebutan Papa Ocan. Beliau adalah penanggungjawab kurikulum di Global E English Course. Diskusi ini dilaksanakan tanggal 2 April 2011.

 Diskusi tanggal 9 April 2011 yang diadakan di Out Loud English Course, Jl. Anyelir, merupakan diskusi yang lain dari diskusi Rumah Anak Bangsa biasanya, karena pada kesempatan ini diadakan bedah buku terbitan Resist Yogyakarta yang berjudul Miskin Itu Menjual. Pematerinya adalah sang penulis buku yang bersangkutan yaitu Saiful Totona yang berasal dari Ternate.

 Diskusi yang diadakan tanggal 16 April 2011 di Global E Female ini sedianya akan diisi langsung oleh Bapak Wahyudi Kepala Desa Tulungrejo. Namun karena satu dan lain hal, beliau tidak bisa hadir dan diwakili oleh Bapak Kepala Dusun Tegalsari yaitu Bapak Matsudi. Tema yang disuguhkan adalah Masterplan Desa Tulungrejo.

 Diskusi berikutnya mengambil momentum Hari Kartini, sehingga pematerinya diambil dari kaum hawa dengan sistem panel, yaitu Djawier (Ketua forum diskusi Rumah Anak Bangsa) dan Umi Mustamidah (aktifis HMI). Diskusi ini dimoderatori oleh Sada dari Makasar. Tema yang diusung adalah Perempuan Di Bawah Bayang-Bayang Lelaki. Diskusi ini diadakan tanggal 23 April 2011 di Excellent English Course.

 Diskusi di penghujung bulan April 2011, diadakan di Brilliant English Centre Jl Anyelir. Tema yang diusung cukup menggelitik yaitu Islam Tidak Anti Kekerasan. Pematerinya adalah Hendi Nugraha yang merupakan alumni sebuah perguruan tinggi di Libya. Diskusi yang minim kaum hawa ini dimoderatori oleh Zainal Arifin dari komunitas Utan Kayu, Jakarta.

 Diskusi berikutnya sebenarnya diagendakan untuk Eko Prasetyo, direktur Resist Book Yogyakarta, namun berhubung beliau tidak bisa mengisi agenda luar kota pada hari Sabtu dan Ahad, maka diskusi ini dilimpahkan kepada Uun Nurcahyanti untuk menggawanginya. Materi yang dibawakan adalah Ketika ajaran Menjadi Mata Pelajaran, Nilai Berapa Yang Kau Inginkan? Diskusi partisipatif ini dimoderatori oleh Umi Mustamidah dan diselenggarakan di UNESCO pada tanggal 7 Mei 2011.

 Diskusi berikutnya diadakan pada hari aktif yaitu Selasa, 10 Mei 2011, karena pemateri yaitu Eko Prasetyo dari Resist Book Yogyakarta bisa datang ke Pare pada tanggal tersebut sebelum beliau bertolak ke Bengkulu pada hari berikutnya. Diskusi diadakan di SMART ILC dengan tema Pendidikan Yang Melahirkan Kemiskinan.

 Malam minggu berikutnya diadakan diskusi lagi dengan tema Negara Islam. Diskusi ini diadakan tanggal 14 Mei 2011 di S’TORY 2, Jl Brawijaya. Pematerinya ada M Sholahudin, seorang penulis yang berasal dari Gurah, Kediri. Diskusi ini dimotori oleh Moh. Sadjudin.